Peluit panjang sudah menyalakan pekiknya ke-delapan kali, namun suaranya seolah hanya menjadi alunan lagu kesedihan yang menghantui pada tiap pekannya. Rasa kecewa terus menjadi momok, pertandingan yang dinanti-nanti seolah telah mengetahui takdirnya. Sepak bola yang dibanggakan belum bisa menjadi perayaan kemenangan yang menyenangkan. Sempat memberikan gedoran kemenangan telak atas tuan rumah Semarang menjadi titik yang mengangkat pengharapan awal, kemudian setelah itu dijatuhkan sejatuh-jatuhnya ke dalam lubang gelap yang begitu dalam. Awor karo cacing, huft.
Seperti biasa, saat perjalanan dimulai, muncul bualan optimisme 3 besar sebagai angin segar sementara untuk mengobati kekecewaan musim kemarin yang harus berjuang mati-matian di babak play-off degradasi. Pra-musim mempertontonkan permainan yang mengangkat harapan dengan komposisi sembilan puluh lima persen mayoritas pemain baru dengan beberapa nama sering malang-melintang di kompetisi teratas.
Kenyataannya, saat perjuangan melewati rimbanya kompetisi digulirkan, poin yang diharap nyatanya tak kunjung menghampiri. Skuat baru yang diboyong dengan dalih memiliki permainan nggetih, namun malah seperti pemain yang hanya dikasih konsumsi program makan bergizi gratis yang ga gratis-gratis amat dari pemerintah. Penunjukkan kembali tukang racik yang menyelamatkan dari lubang pesakitan musim lalu kemudian menjadi tumbal pertama atas bualan yang diimpikan. Lagu lama kembali terulang.
Kemarahan dan kekecewaan kembali menggaung pada tiap pekan, seolah merepresentasikan tidak belajarnya manajemen dari pengalaman musim kemarin. Penjelasan dari mereka pun sama, tidak ingin kembali menelan pil pahit dan mengajari kesabaran kepada para suporter. Nampaknya mereka lupa, kurang sabar apa suporter harus menunggu di divisi terbawah selama satu dekade pada periode gelap Persiku di masa lalu.
Penunjukkan Dirtek Asing, Solusi atau Sebatas Kucing dalam Karung Lagi?
Angin segar dibuat untuk meredam kekecewaan dengan menunjuk Direktur Teknik dari negeri Tango yang memiliki pengalaman mentereng dalam mengatur orang-orang bermain bola di atas rumput hijau, Marcos Guillermo Samso. Tampaknya, beban yang dipikul akan cukup berat dalam mengembalikan Persiku ke jalan yang benar dengan ekspektasi suporter yang cukup tinggi jika melihat pengalamannya. Apalagi harus menunggu jendela transfer dibuka pada awal tahun depan untuk melakukan tambal sulam kelemahan tim.
Mimpi buruk yang menjadikan trauma dari musim kemarin, memunculkan beberapa tanda tanya terhadap visi dan misi yang dibuat oleh Dirtek baru dalam menghadapi kerasnya sisa kompetisi. Dengan penunjukan tersebut, semoga bisa menjawab pertanyaan dari musim kemarin yang masih menjadi misteri tanpa adanya rilis dari manajemen.
Kami Butuh Otak Gemilang, Lebih dari Sekadar Label “Dirtek Asing”
Penunjukkan Marcos Guillermo Samso setidaknya memunculkan beberapa poin tuntutan positif dari kami.
Pertama, menciptakan blueprint atau roadmap jangka pendek dan jangka panjang. Seperti idealnya, sebuah tim harus memiliki landasan atau peta jalan yang jelas untuk meraih apa yang dicita-citakan, tidak hanya bualan yang muncul tiap awal musim kepada pers atau apapun. Adanya blueprint atau roadmap, klub bisa membangun sustainability sampai beberapa musim ke depan tanpa merombak lagi dari nol. Tim ini harus merepresentasikan ketangkasan dan kelihaian seekor Macan yang sebelum menerkam mangsa, sudah memperhitungkan betul targetnya. Bukan seekor keledai yang kerap jatuh dua kali ke lubang yang sama.
Kedua, untuk segera membentuk filosofi tim yang jelas. Pentingnya filosofi untuk membangun sebuah tim dari dasar mulai dari grasroot, pengembangan pemain muda, dan tidak terkecuali skuat utama yang harus memiliki kesinambungan yang jelas. Filosofi tersebut dapat membantu terciptanya output yang baik dalam berbagai hal, salah satunya dari grassroot atau pengembangan pemain muda yang nantinya dapat memperkuat tim utama tanpa pusing lagi bongkar pasang puzzle setiap musimnya.
Harapan dari adanya filosofi yang jelas juga membantu membangun piramida pengembangan yang berjalan dari bawah untuk menghasilkan pemain asli dari Kota Kretek ini yang berkarir di liga profesional. Tak ada lagi istilah kapusan brosur, termakan omongan agen pemain yang menjajakan pemainnya dengan kalimat manis disertai video highlight aksi dari kanal Youtube. Hal ini dikarenakan tim sudah memiliki pedoman yang sudah paten, bagaimana cara merekrut atau menciptakan pemain sesuai dengan filosofi tim.
Dua poin tuntutan di atas setidaknya bisa membantu mengurai keruwetan atas hasil buruk tim ini. Perlunya kesinambungan antara manajemen dan official pelatih yang benar-benar paham permasalahan Persiku yang dihadapi dari musim kemarin jika ingin meraih kembali hasil yang tinggi di depan sana. Sehingga beberapa program seperti blueprint, roadmap, maupun filosofi tim bisa dibangun dengan baik untuk diterapkan di musim selanjutnya.
Tidak serta merta Persiku hanya butuh tangan dari manajemen atau official pelatih saja, tim ini juga butuh peran dari suporter sebagai kontrol atas jalan yang akan dihadapi di depan. Harapannya tidak ada lagi bualan atau permintaan maaf yang bersifat template seperti yang sering terucap dari mereka.
Sebelum terlambat mari berbenah, harapan itu masih terbuka lebar, semua masih bisa berubah, semua berada di dalam genggaman mereka dan kita. Semoga Tuhan membersamai langkah-langkah kaki penggawa Macan Muria untuk menjemput takdir di atas tanah lapang.
