Gerombolan Pecundang

Gerombolan Pecundang

Gerombolan Pecundang

Gerombolan Pecundang

Sudah entah berapa sore terbuang sia-sia, ditutup dengan lagu kekalahan yang terus diulang tanpa rasa malu. Teras beton menjadi tempat bersumpah serapah, bukan berdoa. Jala gawang? Lebih sering disambangi bola musuh daripada dibersihkan oleh penjaganya sendiri. Dan di bangku cadangan, duduklah para pecundang yang menatap rumput seolah di sana terselip alasan.

 

Pekan berganti pekan, kegagalan datang silih berganti, dan kekalahan pun seolah menjadi rutinitas yang dihafal. Bingung, hendak menaruh salah di mana? Pada takdir yang begitu kejam, atau pada pemain yang terlalu nyaman dalam nestapa. Sepak bola yang semestinya menjadi sebuah perayaan, kini menjelma upacara duka: tiap peluit akhir terasa seperti lonceng pemakaman, dan tiap sorak yang tersisa hanyalah gema kesedihan.

 

Empat laga berlalu dengan kekalahan beruntun, para pemain bak pecundang. Pemain belakang bak badut di panggung hijau: menjadi lelucon dan bahan cemooh. Orang Serbia dengan perawakan tinggi besar yang lebih layak disebut pelancong ketimbang seorang pemain. Dari tengah yang lebih banyak kejar pantat ketimbang jadi pelayan manis. Si paspor Jepang, linglung tak tahu arah bak anak ayam kehilangan induknya. Kiri-kanan yang nafasnya tak sampai di empat puluh menit pertama. Sedang anak muda juga “yo ngono wae”, datar tanpa bara.

 

Bersahabat dengan nasib sial, berpeluk dengan ketidakberuntungan, itulah yang kini akrab kami rasakan. Harapan yang semula mekar, luruh seketika di dentum drum yang kehilangan irama, saat bola justru bersarang di gawang sendiri. Tiba-tiba angka berpihak pada lawan, dan klub ini seolah menjadi ladang panen bagi tim lain. Tak ada yang tumbuh subur di tanah ini, selain caci maki yang bersemi saban pekan.

 

Untuk setiap pekan selanjutnya, harapan kembali muncul sebelum peluit pertama dibunyikan meski sering kali berujung hampa. Mungkin, tambahan latihan bisa menjadi penawar. Mungkin, jika Tuhan berkenan, tiga poin akan jatuh sebagai anugerah dari langit. Namun di dunia yang tak mengenal belas kasih bagi mereka yang gagal, tampaknya, kalian memang benar-benar payah.

 

Aku sebut kalian pecundang!

Make a Comment

Your email address will not be published. Required field are marked*